83 Persen Penduduk Indonesia Mematuhi PSBB

2 min


98
83 Persen Penduduk Indonesia Mematuhi PSBB

Jakarta, StikerWA – Kementerian Perhubungan Republik Indonesia telah membatasi pergerakan manusia antar-wilayah sejak 24 April 2020. Kebijakan itu diambil setelah pemerintah melarang warga negara asing (WNA) dari negara yang terdampak virus corona untuk memasuki Indonesia seperti Tiongkok, Iran, dan Italia.Untuk mengetahui apakah kebijakan restriksi dalam negeri dipatuhi atau tidak, Center for Strategi and International Studies (CSIS) memantau pergerakan masyarakat dengan metode Facebook Disease Prevention Map.Metode tersebut memungkinkan Facebook mengetahui lokasi penggunanya mengaktifkan aplikasi. Secara garis besar, ternyata 83 persen penduduk Indonesia mematuhi PSBB.“Secara keseluruhan dapat disimpulkan mobilitas penduduk Indonesia relatif rendah, bahkan dalam situasi normal. Delapan puluh persen lebih penduduk tidak melakukan perjalanan dalam kondisi normal, meningkat menjadi 83 persen selama masa krisis (31 Maret-2 Mei 2020),” tulis peneliti CSIS, Haryo Aswicahyono, melalui keterangan tertulisnya.    Baca Juga: Doni Monardo: Setelah PSBB, COVID-19 di DKI Hanya 39 Persen Nasional 1. Banyak pengguna Facebook yang tidak melakukan perjalananIlustrasi PSBB Surabaya Raya. StikerWA/Mia Amalia Haryo membagi pengguna Facebook dalam tiga kategori, yaitu pengguna Facebook (PFB) yang tidak melakukan pergerakan, PFB yang bergerak dalam wilayah, dan PFB yang bergerak antar-wilayah.Selama masa krisis, diketahui PFB yang tidak melakukan perjalanan meningkat dari 24 juta menjadi 26 juta atau meningkat dari 80 persen menjadi 83 persen dari seluruh PFB.“Jika sebelum krisis tren jumlah PFB yang tidak melakukan perjalanan berkurang sebesar 5 ribu per hari. Saat krisis sebaliknya, jumlah yang tidak melakukan perjalanan meningkat jadi sekitar 63 ribu per hari. Ini menunjukkan cukup efektifnya larangan pergerakan kendaraan oleh Kemenhub,” sambung dia.2. Angka pengguna Facebook dalam wilayah meningkatIlustrasi PSBB. StikerWA/Mia Amalia Selanjutnya, data PFB yang bergerak dalam wilayah ternyata mengalami peningkatan. Jika sebelum krisis rata-rata PFB dalam wilayah sekitar 3 juta per hari, maka selama krisis angkanya bertambah menjadi 3,3 juta atau sekitar 11 persen. Namun, sebagai catatan, rata-rata perjalanan dalam wilayah ini sangat rendah, yaitu sekitar 65,98 meter.Berkaca dari krisis ekonomi 1998, menurut Haryo, ada empat faktor yang menjelaskan peningkatan angka ini. Pertama, deformalisasi atau berkurangnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor formal. Kedua, feminisasi atau meningkatnya partisipasi angkatan kerja perempuan di sektor formal. Lanjutkan membaca artikel di bawah Editor’s picks Ketiga, melambatnya urbanisasi atau perlambatan arus penduduk yang mencari nafkah di kota. Terakhir, deindustrialisasi atau melambatnya pertumbuhan sektor industri yang digantikan dengan sektor pertanian.“Sebagian besar pekerja di kota-kota besar adalah pelaju yang melakukan perjalanan ulang-alik dari wilayah pinggiran ke pusat kota dan sebaliknya. Meningkatnya PHK dan restriksi antar-wilayah mendorong pekerja yang di-PHK tidak lagi bisa bekerja di luar wilayahnya untuk mencari nafkah,” papar dia.3. Jumlah pengguna Facebook yang bergerak antar-wilayah terus menurunIlustrasi PSBB. StikerWA/Mia Amalia Ada pun jumlah PFB yang bergerak antar-wilayah terus mengalami penurunan. Dari yang sebelumnya sekitar 2,8 juta per hari, turun menjadi 2 juta per hari untuk periode 30 Maret-23 April.Jumlahnya turun lagi menjadi 1,87 juta setelah restriksi wilayah pada 24 April 2020. Restriksi wilayah tidak hanya menekan jumlah manusia yang bergerak, data Facebook juga menunjukkan bahwa penggunanya turut mengurangi rata-rata jarak tempuhnya.“Sebelum krisis, radius pergerakan PFB antar-wilayah mencapai sekitar 41 km, turun menjadi 27 km antara 30 Maret-23 April, dan turun lagi menjadi 26,6 setelah restriksi perjalanan,” kata Haryo.4. Larangan mudik sangat menekan pergerakan manusiaIlustrasi mudik (StikerWA/Wildan Ibnu)Sebagai catatan tambahan, Haryo menegaskan bahwa torehan positif di atas seketika bisa tidak berguna jika pemerintah tetap membebaskan masyarakat untuk mudik lebaran.Dia membandingkan angka pemudik dari tahun ke tahun. Pada 2017, tercatat 20 juta pergerakan orang selama lebaran. Pada 2018, angkanya meningkat jadi 21,6 juta. Tahun lalu, jumlahnya menurun menjadi 18,3 juta orang.Menurut Haryo, salah satu penyebab turunnya jumlah pemudik adalah harga tiket pesawat yang melonjak tinggi tahun lalu. Setelah fenomena tersebut ditinjau kembali, sangat mungkin tahun ini harga tiket pesawat bisa kembali normal, sehingga jumlah pemudik bisa lebih banyak dari tahun lalu.Oleh sebab itu, larangan mudik merupakan langkah yang tepat untuk membatasi pergerakan manusia selama pandemik.“Selain diduga biaya mudik yang lebih murah, faktor kesulitan krisis keuangan penduduk selama krisis, hilangnya mata pencaharian, besarnya biaya-biaya tetap, seperti sewa rumah/kos ikut memberi dorongan penduduk untuk mudik,” tutup dia. Baca Juga: Survei LSI: PSBB di 18 Wilayah Indonesia Belum Maksimal!


Like it? Share with your friends!

98

What's Your Reaction?

Marah Marah
0
Marah
Suka Suka
0
Suka
Kaget Kaget
0
Kaget
Muntah Muntah
0
Muntah
Sedih Sedih
0
Sedih
Ketawa Ketawa
0
Ketawa
Cinta Cinta
0
Cinta
Ngakak Ngakak
0
Ngakak