Liputan6.com, Jakarta Google dan perusahaan sejenis di Indonesia sudah terlalu lama beroperasi tanpa memberi sumbangsih pajak pada kas negara. Salah satu kendalanya adalah karena perusahaan-perusahaan digital tersebut berbasis di luar negeri.
Oleh karena itu, pemerintah sangat serius merancang aturan agar dapat menarik pajak dari mereka. Salah satunya dengan mengubah aturan mengenai keberadaan Badan Usaha Tetap (BUT). Seperti diketahui Google CS tak dapat dipungut pajaknya sebab tidak memiliki BUT di Indonesia.
Adapun beberapa perusahaan tersebut diantaranya adalah Google, Facebook, Netflix, dan Amazon. Potensi pajak yang dapat dikumpulkan oleh pemerintah dari sektor ini mencapai puluhan triliun.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan, mengatakan bahwa potensi pajak dapat dihitung dari perhitungan total konsumsi barang dan jasa tidak berwujud yang berasal dari luar negeri dan kemudian masuk ke Indonesia. Jumlah konsumsi dari tahun ke tahun dari sektor tersebug terus mengalami peningkatan.
Dia mengungkapkan pada 2018 tercatat bahwa total konsumsi barang dan jasa tidak berwujud yang berasal dari luar negeri mencapai Rp 93 triliun, sehingga jika diasumsikan saat itu mengenakan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 10 persen maka total pendapatan yang diperoleh adalah Rp 9,3 triliun.
“Pada tahun 2025, sebuah studi oleh Google-Temasek, pada tahun 2025 konsumsi layanan dan barang tidak berwujud dari luar negeri ke Indonesia mencapai Rp 277 triliun, jadi PPN adalah Rp 27 triliun,” kata dia, di kantornya, Kamis (5/9).