Liputan6.com, Tokyo – Entah karena curah hujan tinggi, pendangkalan sungai karena sampah, bendungan yang jebol, atau perencanaan tata letak kota yang kurang baik adalah beberapa faktor kenapa banjir terjadi di sebuah daerah atau kota.
Dampak yang diakibatkan banjir pun sungguh luar biasa, baik dari segi jumlah penduduk yang meninggal hingga kerugian materi.
Berdasarkan laporan Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan, banjir mengakibatkan kerusakan lebih dari U$ 40 miliar atau sekitar Rp 562 miliar secara global.
Melihat permasalahan tersebut Google menggagas Google Flood Forecasting Initiative yang dikepalai oleh Sella Nevo, Software Engineering Manager, Google AI.
Sebagai proyek awal yang nantinya bakal mampu memprediksi bencana banjir, Sella memilih India. Kenapa memilih India ketimbang negara lain, seperti Tiongkok atau Indonesia?
“Warga India, khususnya yang tinggal di sekitar sungai Ganga, seperti di Patna lebih sering berhadapan dengan bencana banjir. Indonesia awalnya sempat ingin dipilih jadi model awal, akan tetapi karena satu hal lainnya dipilihlah India,” jawab Sella saat diwawancara rekan media di acara Google Solve with AI di Tokyo, Jepang, Rabu 11 Juli 2019.
“Pada saat ini ingin fokus pengumpulan dan pengolahan data sebanyak-banyaknya, agar AI dan machine learning milik Google semakin pintar saat memprediksi banjir,” sambungnya.
Sella sendiri belum dapat memastikan kapan membawa teknogi ini ke negara lain–yang sering mengalami banjir, seperti Tiongkok, Vietnam atau pun Indonesia.
“Masih belum ada tanggal pasti kapan teknologi prediksi banjir ini dapat diimplementasikan di Indonesia, semoga tahun ini. Sekarang, ingin fokus di negara Bangladesh dan Vietnam,” kata Sella.