CekFakta #88 Facebook Bakal Jual WhatsApp & Instagram?

8 min


110
CekFakta #88 Facebook Bakal Jual WhatsApp & Instagram?

Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat (FTC) baru saja mengajukan gugatan terhadap Facebook terkait pembelian Instagram dan WhatsApp. Dalam gugatannya, FTC menyatakan akuisisi Instagram pada 2012 dan Whatsapp pada 2014 harus dibatalkan. Pasalnya, Facebook menggunakan dominasinya untuk menciptakan monopoli yang pada akhirnya merugikan konsumen. Bagaimana respons Facebook dan apa dampak gugatan ini?Indonesia telah menerima pengiriman pertama vaksin Covid-19 buatan Sinovac dari Cina. Vaksin ini adalah satu dari enam vaksin Covid-19 yang akan digunakan, selain vaksin buatan AstraZeneca, Bio Farma, Moderna, Pfizer, dan Sinophram. Kedatangan vaksin Sinovac memunculkan harapan bahwa vaksin bisa mulai didistribusikan dalam waktu dekat. Sudah amankah calon-calon vaksin itu untuk digunakan?Halo pembaca nawala CekFakta StikerWA! Sepekan ini, ramai berita soal desakan terhadap Facebook untuk menjual Instagram dan WhatsApp. Permintaan itu dilayangkan lewat gugatan oleh FTC, dan koalisi para jaksa agung di 48 dari 50 negara bagian AS. Gugatan tersebut diajukan oleh FTC karena Facebook diduga telah melakukan praktik anti persaingan dengan membeli pesaingnya, Instagram dan WhatsApp. Praktik ini disebut merugikan konsumen karena akhirnya mereka tidak memiliki pilihan lain akibat terbatasnya inovasi.Apakah Anda menerima nawala edisi 11 Desember 2020 ini dari teman dan bukan dari e-mail StikerWA? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.Nawala edisi ini ditulis oleh Angelina Anjar Sawitri dari StikerWA Media Lab.
FACEBOOK BAKAL JUAL WHATSAPP & INSTAGRAM?Pada akhir Februari 2012 silam, sebuah surat elektronik dikirimkan oleh CEO Facebook Mark Zuckerberg kepada kepala keuangannya, David Ebersman. E-mail itu berisi gagasan Zuckerberg untuk membeli platform pesaing yang lebih kecil, termasuk Instagram dan Path. “Bisnis-bisnis ini baru lahir tapi jaringannya sudah mapan, mereknya sudah berarti, dan jika mereka tumbuh dalam skala besar, hal itu bisa sangat mengganggu kita,” kata Zuckerberg dalam suratnya ketika itu. Lalu, dia bertanya, “Bagaimana menurut Anda?”Ebersman membalas dengan menyatakan rasa skepstisnya. Ia pun meminta penjelasan soal alasan Zuckerberg ingin mengakuisisi sebuah perusahaan, apakah untuk menetralkan pesaing, memperoleh bakat baru, mengintegrasikan produk untuk meningkatkan layanan Facebook, atau lainnya. Zuckerberg menjawab bahwa ini kombinasi dari menetralkan pesaing dan meningkatkan layanan. “Ada efek jaringan di sekitar produk sosial dan sejumlah mekanika sosial yang berbeda untuk ditemukan. Begitu seseorang menang dalam mekanika tertentu, sulit bagi orang lain untuk menggantikannya tanpa melakukan sesuatu yang berbeda,” ujarnya.Zuckerberg melanjutkan, “Apa yang sebenarnya kita beli adalah waktu. Walaupun beberapa pesaing baru muncul, membeli Instagram, Path, Foursquare, dan sebagainya sekarang akan memberi kita waktu satu tahun atau lebih untuk mengintegrasikan dinamika mereka sebelum siapa pun bisa mendekati skalanya. Dalam waktu itu, jika kita menggabungkan mekanika sosial yang mereka gunakan, produk baru itu tidak akan mendapatkan banyak daya tarik karena mekanikanya sudah diterapkan dalam skala besar.”Empat puluh lima menit kemudian, Zuckerberg mengirimkan e-mail klarifikasi dengan kata-kata yang lebih berhati-hati terkait ucapannya sebelumnya. “Saya tidak bermaksud menyiratkan bahwa kita akan membeli mereka untuk mencegah mereka bersaing dengan kita lewat cara apapun.”Surat-menyurat antara Zuckerberg dan Ebersman ini terungkap pada 29 Juli 2020 dalam sidang subkomite anti persaingan DPR Amerika Serikat terkait isu anti persaingan dalam teknologi, ketika salah satu anggota dewan dari Partai Demokrat, Jerry Nadler, bertanya kepada Zuckerberg tentang akuisisi Instagram. E-mail tersebut, serta beberapa pesan dan dokumen lain dari tahun 2012, menurut subkomite, menunjukkan bahwa Facebook, khususnya Zuckerberg, ingin membeli Instagram untuk menghindari persaingan.“Facebook, dalam pengakuannya sendiri, melihat Instagram sebagai ancaman yang berpotensi menyedot bisnis Facebook,” kata Nadler. “Jadi, alih-alih bersaing dengannya, Facebook membelinya. Ini persis seperti jenis akuisisi anti persaingan di mana undang-undang anti persaingan dirancang untuk mencegahnya.”Dokumen itu pun menjadi temuan penting bagi Komisi Perdagangan Federal AS (FTC) yang telah menginvestigasi kasus anti persaingan Facebook sejak 2019. Selang setahun, pada 9 Desember 2020 lalu, FTC mengajukan tuntutan hukum terhadap Facebook terkait pembelian Instagram, dan juga WhatsApp. Pada tanggal yang sama, koalisi para jaksa agung di 48 dari 50 negara bagian AS melayangkan gugatan serupa. Dengan tuntutan ini, Facebook dapat dipaksa untuk menjual kedua aset berharganya itu. Gugatan ini diajukan setelah, pada Oktober 2020, Departemen Kehakiman AS melayangkan tuntutan yang sama terhadap Google.Dalam gugatannya, FTC dan para jaksa agung menyatakan akuisisi Instagram senilai US$ 1 miliar pada 2012 dan Whatsapp senilai US$ 19 miliar pada 2014 harus dibatalkan. Pasalnya, secara ilegal, Facebook memakai kekuatannya untuk menciptakan monopoli media sosial yang pada akhirnya merugikan konsumen karena tidak memiliki banyak pilihan akibat terbatasnya inovasi. “Selama hampir satu dekade, Facebook telah menggunakan dominasi dan kekuatan monopolinya untuk menghancurkan saingannya yang lebih kecil, memadamkan persaingan, dengan mengorbankan pengguna,” kata Jaksa Agung New York Letitia James.Menurut laporan The Washington Post, salah satu keuntungan bagi Facebook ketika menjadi sebuah platform yang begitu besar adalah mereka dapat dengan mudah menyalin fitur pesaing yang paling menarik bagi konsumen, dan kemudian menghapus seluruh daya tarik yang mungkin dimiliki pesaingnya. Misalnya, ketika fitur “stories” Snapchat sedang berada di puncak popularitasnya, Facebook menyematkan versi yang hampir identik dengan fitur Snapchat itu ke Instagram, lalu ke platform utamanya.Beberapa jam setelah tuntutan itu diumumkan, Facebook membela diri lewat pernyataan oleh penasihatnya, Jennifer Newstead, yang menyebut gugatan itu sebagai “sejarah revisionis”. Mereka mengklaim tinjauan FTC pada 2012 atas pembelian Instagram, serta tinjauan Komisi Eropa pada 2014 atas penjualan WhatsApp, membuat kedua transaksi itu berstatus “hukum yang telah ditetapkan”. Meskipun, tinjauan FTC saat itu tidak berujung pada “persetujuan”, melainkan mengizinkan kesepakatan untuk dilanjutkan. FTC juga memberi catatan bahwa penyelidikan bisa dibuka kembali, “jika kepentingan publik membutuhkan”.Dalam pernyataannya, Facebook menuturkan bahwa Instagram dan WhatsApp bisa sebesar dan sekuat sekarang karena investasi mereka. Mewajibkan Facebook untuk menjualnya akan merugikan inovasi. Facebook juga mengatakan bahwa konsumen kini memiliki lebih banyak pilihan daripada sebelumnya, dan bahwa orang memilih produknya karena mereka ingin, bukan karena produknya digunakan oleh lebih dari 3 miliar pengguna secara global dan karena produknya merupakan layanan tunggal yang paling dominan untuk terhubung dengan orang lain.Lalu, apa dampak gugatan ini bagi pengguna Facebook, Instagram, dan WhatsApp? Menurut laporan The Washington Post, dalam jangka pendek, tidak banyak. Pengajuan tuntutan itu hanya langkah pertama dari proses hukum yang kemungkinan besar akan berlarut-larut dan memakan waktu bertahun-tahun. Facebook tidak mungkin membuat perubahan yang radikal terhadap praktik maupun struktur bisnisnya dalam waktu dekat. Tapi, jika gugatan itu dikabulkan, di mana Instagram dan WhatsApp kembali menjadi perusahaan yang independen, pengguna bakal menghadapi perubahan, termasuk yang tidak menguntungkan.Sejak membeli Instagram dan WhatsApp, Facebook telah membuat perubahan yang smooth terhadap keduanya dan membiarkannya terlihat tetap independen sehingga tidak kehilangan pengguna setianya. Perubahan terbesar terjadi di balik layar, dengan integrasi teknologi yang kompleks. Misalnya, layanan periklanan, data, dan pesan instan. Instagram dan WhatsApp juga berbagi banyak perangkat keamanan, moderasi, dan misinformasi. Jika terpisah, mereka mungkin harus membuat ulang sendiri sistem yang sama untuk menjaga keamanan pengguna.Menurut kolumnis MarketWatch, Therese Poletti, beberapa pakar menunjukkan beberapa kelemahan dalam gugatan itu, termasuk kemungkinan pemisahan. Memisahkan Facebook dengan Instagram dan WhatsApp, kata Poletti, bagaikan “opsi nuklir”, atau taktik oleh jaksa yang mencari awal yang kuat untuk negosiasi. “Tampaknya sangat tidak mungkin kasus ini akan mengarah pada pemisahan atau spin-off,” ujar Poletti. Hal yang sama diutarakan oleh Donald Polden, profesor di Sekolah Hukum Universitas Santa Clara, AS. Menurut dia, akan sangat sulit memisahkan Facebook dari Instagram dan WhatsAp.MENAKAR KEAMANAN CALON VAKSIN COVID-19Bagian ini ditulis oleh Siti Aisah, peserta Health Fellowship StikerWA yang didukung oleh Facebook.Pada 6 Desember 2020 lalu, Indonesia telah menerima pengiriman pertama vaksin Covid-19 buatan Sinovac dari Cina sebanyak 1,2 juta dosis. Vaksin Sinovac adalah satu dari enam vaksin Covid-19 yang akan digunakan Indonesia. Lima lainnya adalah vaksin buatan AstraZeneca, Bio Farma, Moderna, Pfizer, dan Sinophram. Dengan tibanya vaksin Sinovac, timbul harapan bahwa vaksin bisa mulai didistribusikan pada akhir tahun ini atau awal 2021. Tentunya, vaksin tersebut harus dipastikan aman dan efektif terlebih dahulu. Seberapa aman calon-calon vaksin yang bakal dipakai di Indonesia?- Pada 7 Desember 2020, epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman, menyebut tiga faktor yang menentukan efektivitas vaksin Covid-19, antara lain keamanan bagi tubuh manusia, angka reproduksi virus rendah (setidaknya di bawah 2), dan cakupan penduduk yang mau divaksin tinggi (lebih dari 80 persen). Dicky meyakini peluang keberhasilan vaksinasi Covid-19 akan besar jika tiga kriteria itu terpenuhi. Dia pun menyarankan pemerintah untuk memetakan wilayah-wilayah yang sudah memenuhi kriteria tersebut.- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melakukan verifikasi dokumen vaksin Covid-19 Sinovac saat tiba di Bandara Soekarno-Hatta. BPOM juga telah memeriksa kelayakan kondisi suhu penyimpanan selama perjalanan. Selain itu, BPOM telah mengambil sampel untuk pengujian mutu di laboratorium. BPOM pun akan mengevaluasi data uji klinis yang sudah dilaksanakan untuk membuktikan keamanan dan khasiat vaksin. “Evaluasi dilakukan bersama Komite Nasional Penilai Obat, Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), dan para pakar di bidang vaksin,” kata Kepala BPOM Penny Lukito.- Hasil uji klinis tahap 1 dan tahap 2 vaksin Covid-19 Sinovac yang melibatkan lebih dari 700 orang dewasa sehat berusia 18-59 tahun telah dipublikasikan dalam jurnal peer-reviewed di The Lancet pada 17 November 2020. Menurut jurnal ini, CoronaVac, vaksin Covid-19 buatan Sinovac, dapat ditoleransi dengan baik dan memunculkan respons imunitas humoral terhadap virus Corona Covid-19. Hasil ini mendukung persetujuan penggunaan darurat CoronaVac di Cina serta uji klinis fase 3 di Brasil, Indonesia, dan Turki. Namun, tingkat kemanjuran CoronaVac masih perlu ditentukan.- Pada November 2020, AstraZeneca bersama Universitas Oxford merilis laporan pendahuluan dari uji coba tahap akhir yang menunjukkan kandidat vaksin mereka memiliki efektivitas sekitar 70 persen. Adapun vaksin Pfizer memiliki kemanjuran 95 persen dan vaksin Moderna 94,10 persen. Vaksin AstraZeneca dapat disimpan di lemari es hingga 6 bulan. Vaksin Moderna dapat disimpan pada suhu kamar hingga 12 jam, di lemari es standar hingga 30 hari. Sementara vaksin Pfizer harus disimpan pada suhu minus 94 derajat Fahrenheit dalam wadah es kering khusus hingga 30 hari.- Moderna telah melakukan analisis sementara terhadap percobaan fase 3 yang mereka lakukan, yang menunjukkan bahwa vaksin buatan mereka memiliki efektivitas hingga 94,5 persen. Menurut analisis tersebut, tidak ditemukan masalah keamanan yang signifikan untuk kandidat vaksin Moderna yang telah dilaporkan. Selain itu, pada umumnya, vaksin ditoleransi dengan baik.- CoronaVac adalah vaksin yang tidak aktif, yang bekerja menggunakan partikel virus yang telah dimatikan untuk mengekspos sistem kekebalan tubuh terhadap virus tanpa menimbulkan risiko respons penyakit yang serius. Sedangkan vaksin Moderna dan Pfizer adalah vaksin mRNA, di mana bagian dari kode genetik virus Corona Covid-19 disuntikkan ke dalam tubuh untuk memicu pembuatan protein virus, bukan keseluruhan virus, dalam rangka melatih sistem kekebalan menyerang virus tersebut.- “CoronaVac menggunakan metode yang lebih tradisional yang berhasil digunakan dalam banyak vaksin terkenal, seperti rabies,” kata profesor di Nanyang Technological University, Luo Dahai, kepada BBC. Dahai menjelaskan bahwa sulit untuk berkomentar tentang kemanjuran vaksin saat ini mengingat terbatasnya informasi yang tersedia. “Berdasarkan data awal, CoronaVac kemungkinan merupakan vaksin yang efektif, tapi kami perlu menunggu hasil uji coba fase 3,” katanya.WAKTUNYA TRIVIA! Berikut beberapa kabar tentang misinformasi dan disinformasi, keamanan siber, serta privasi data pekan ini, yang mungkin terselip dari perhatian. Kami mengumpulkannya untuk Anda.- Para ahli dari perusahaan teknologi Amerika Serikat IBM menyatakan telah mendeteksi operasi spionase dunia maya yang menarget informasi penting terkait pendistribusian vaksin Covid-19. Para ahli ini tidak yakin siapa yang berada di balik operasi yang telah dimulai sejak September 2020 itu. Mereka juga tidak bisa mengatakan apakah operasi tersebut bakal berhasil. Namun, analis IBM Claire Zaboeva mengatakan, “Siapa pun yang menyusun operasi ini sangat mengetahui seluruh produk dalam rantai pasokan pendistribusian vaksin untuk pandemi global.”- Facebook menyatakan bakal melarang klaim tentang vaksin Covid-19 yang telah terbukti keliru dan dibantah oleh pakar kesehatan. Kebijakan ini diambil setelah Facebook, dan platform media sosial lainnya, menghadapi berbagai kritik karena tanggapan mereka terhadap misinformasi selama pandemi Covid-19 dianggap tidak memadai. Menurut Facebook, klaim yang bakal dilarang termasuk teori konspirasi bahwa vaksin mengandung microchip atau bahwa pandemi Covid-19 disebabkan oleh 5G. Tapi mereka mengatakan penegakan kebijakan ini tidak bisa dilakukan dalam semalam.- Menurut laporan The Washington Post, berdasarkan dokumen internal perusahaan, Facebook tengah melakukan perombakan besar-besaran pada algoritmanya yang mendeteksi ujaran kebencian. Perombakan ini melibatkan rekayasa ulang sistem moderasi otomatis Facebook untuk menjadi lebih baik dalam mendeteksi dan secara otomatis menghapus bahasa kebencian yang dianggap “terburuk dari yang terburuk”, termasuk penghinaan terhadap orang kulit hitam, muslim, orang dengan lebih dari satu ras, komunitas LGBTQ serta Yahudi, dan sebagainya.- Usai melakukan konferensi video dengan CEO Alphabet dan Google Sundar Pichai, Wakil Presiden Komisi Eropa, Vera Jourova, menyatakan bahwa Google perlu lebih transparan dalam upayanya menangani penyebaran hoaks. Dia meminta Google membuat fitur yang memungkinkan iklan-iklan di platformnya lebih bertanggung jawab dan transparan. “Saya memberi tahu Pichai, fitur-fitur seperti itu dapat berkontribusi dalam mengurangi monetisasi disinformasi,” katanya. Sebelumnya, Jourova juga menyatakan kritiknya terhadap Google karena menghasilkan uang dari penyebaran hoaks.- Menurut laporan The Guardian, Iran meluncurkan kampanye misinformasi untuk membenarkan klaimnya bahwa akademisi berdarah Australia-Inggris, Kylie Moore-Gilbert, adalah mata-mata. Moore-Gilbert, 33 tahun, juga dituduh berkoordinasi dengan mantan anggota parlemen Bahrain untuk mencuri informasi rahasia bagi Israel. Pekan lalu, Moore-Gilbert dibebaskan setelah lebih dari 800 hari ditahan di Iran. Ia ditukar dengan tiga tahanan Iran yang menjalani hukuman di luar negeri. Moore-Gilbert dan pemerintah Australia bersikukuh bahwa tuduhan mata-mata itu tidak berdasar.- Firma keamanan siber Kaspersky meneliti penawaran aktif data pribadi dan data sensitif lainnya di 10 forum dan pasar dark web internasional. Mereka menemukan bahwa akses ke data pribadi dapat diperoleh dengan harga mulai dari US$ 0,5 atau sekitar Rp 7 ribu untuk sebuah Personal ID. Menurut riset itu, beberapa jenis data pribadi terus diminati dalam satu dekade terakhir, seperti data kartu kredit, akses perbankan, dan layanan pembayaran elektronik. Tapi beberapa jenis data baru juga bermunculan, seperti data rekam medis dan foto selfie yang memuat dokumen identifikasi pribadi.PERIKSA FAKTA SEPEKAN INIPada 7 Agustus 2020 dini hari lalu, terjadi bentrokan antara polisi dan anggota Front Pembela Islam (FPI) pengawal Rizieq Shihab di Tol Cikampek-Jakarta KM 50. Dalam peristiwa itu, enam anggota Laskar FPI tewas ditembak. Polisi menyebut para pengawal Rizieq itu membawa samurai, celurit, dan senjata api. FPI menyangkal tudingan itu dan mengatakan bahwa anggotanya diserang oleh orang tak dikenal saat sedang mengawal kegiatan Rizieq.Tak sampai sehari setelah peristiwa itu terjadi, beredar foto yang diklaim sebagai foto jenazah anggota FPI yang ditembak di Tol Cikampek-Jakarta tersebut. Foto ini terdapat dalam artikel di situs Introdutions.xyz yang berjudul “Foto-foto Enam Jenazah Anggota FPI yang Ditembak Polisi, Berlumuran Darah, Wajah Penuh Luka Lebam”. Dalam foto itu, terlihat dua jenazah yang terbaring di sebuah kamar mayat. Berdasarkan pemeriksaan fakta StikerWA, klaim tersebut keliru. Itu bukan foto jenazah anggota FPI yang ditembak di Tol Cikampek-Jakarta, melainkan jenazah pelaku perampokan toko emas di Sungai Lilin, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, pada Maret 2020.Selain artikel di atas, kami juga melakukan pemeriksaan fakta terhadap beberapa hoaks yang beredar. Buka tautan ke kanal CekFakta StikerWA.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini.Ikuti kami di media sosial:FacebookTwitterInstagram


Like it? Share with your friends!

110

What's Your Reaction?

Marah Marah
0
Marah
Suka Suka
0
Suka
Kaget Kaget
0
Kaget
Muntah Muntah
0
Muntah
Sedih Sedih
0
Sedih
Ketawa Ketawa
0
Ketawa
Cinta Cinta
0
Cinta
Ngakak Ngakak
0
Ngakak