Diblokir Facebook dan Instagram, Militer Myanmar Sampaikan Ancaman Kematian di TikTok Halaman all

3 min


153
Diblokir Facebook dan Instagram, Militer Myanmar Sampaikan Ancaman Kematian di TikTok Halaman all

NAYPYIDAY, StikerWA.com – TikTok didesak mengambil tindakan atas ratusan video ancaman kekerasan yang membanjiri platform milik perusahaan China tersebut.
Melansir Guardian pada Rabu (3/3/2021), sejumlah video memperlihatkan pria berseragam militer yang mengancam akan membunuh pengunjuk rasa anti-kudeta di Myanmar, kadang-kadang sambil mengacungkan senjata.
Polisi dan tentara Myanmar telah dikecam secara luas karena menggunakan kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa damai. Demonstrasi massa Myanmar sudah berlangsung selama beberapa pekan terakhir yang menyerukan kembalinya demokrasi.
Pada Rabu (3/3/2021), sedikitnya 38 orang tewas akibat tembakan peluru tajam aparat kepolisian di beberapa kota, menurut laporan PBB. Demonstrasi kemarin menjadi hari paling berdarah sepanjang unjuk rasa melawan kudeta militer Myanmar.
Sementara petugas telah berulang kali menggunakan kekerasan untuk mencoba menghancurkan protes, pria berpakaian tentara dan seragam polisi menggunakan TikTok untuk mengancam publik.
Video itu tetap tersebar di Myanmar meskipun pedoman aplikasi media sosial milik China melarang hasutan untuk melakukan kekerasan.
Dalam satu video, seorang pria bertopeng menggunakan seragam militer lengkap menyebut pendukung pemimpin demokrasi yang digulingkan, Aung San Suu Kyi, sebagai “bajingan merah.”
Dia mengacu pada warna partai Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). “Jangan sentuh Jenderal Min Aung Hlaing. Ini akan mengorbankan nyawa Anda. Dengar? Anda akan mati,” serunya dalam video itu.
Video yang diunggah pada 13 Februari itu telah ditonton lebih dari 180.000 kali. Itu tetap online pada Rabu (3/3/2021).
Video lain lebih eksplisit. Pengguna @Yekoko119 pada 27 Februari mengancam akan menembak dan melempar granat ke arah pendukung NLD. Oknum dalam video menyebut “yang berkumpul dalam kelompok untuk memprotes (militer Myanmar) kurang ajar, dan semua bisa mati.”
Baca juga: 38 Orang Tewas dalam Demo Myanmar: Ini Mengerikan, Ini Pembantaian
Htaike Htaike Aung, direktur eksekutif di Myanmar ICT for Development Organisation, sebuah kelompok hak digital yang berbasis di Yangon, mengatakan dia telah melihat lebih dari 800 video pro-militer selama beberapa pekan terakhir yang menampilkan lagu yang mengancam pengunjuk rasa.
Lagu tersebut mengadaptasi kata-kata dari nyanyian protes yang populer – “taktik militer diberikan oleh Aung San tidak untuk digunakan untuk membunuh orang.” Tapi video ancaman tersebut mengubah lirik yang menyatakan bahwa militer dapat menembak orang.
Lagu, yang tersedia di kotak suara TikTok, telah dihapus. Video terkait juga telah hilang, meskipun tidak jelas apakah itu dihapus oleh tim moderasi aplikasi atau tidak. “Soundtrack khusus ini hanyalah puncak gunung es,” tambah Htaike Htaike Aung.
Satu video yang dilihat oleh Guardian, diunggah oleh pengguna dengan nama akun Ye Ye, menampilkan seorang pria berpakaian seragam dan memegang senjata, dengan tentara lain di latar belakang.
“Ini bukan permainan di mana Anda bisa sembuh setelah ditembak. Ini adalah peringatan sopan bagi para pengunjuk rasa. Hati-hati, apa pun yang Anda lakukan,” ancamnya dalam video yang diunggah 21 Februari, sejauh ini telah ditonton 37.200 kali.
Banyak tentara menggunakan tagar #lilhuddy dan #addisonre, nama selebriti TikTok Amerika Chase Hudson dan Addison Rae, dalam upaya untuk menarik lebih banyak penonton.
Tidak jelas apakah tentara telah diperintahkan untuk mengunggah video semacam itu.
Baca juga: Menolak Mundur, Militer Myanmar Nyatakan Siap Hadapi Sanksi dan Isolasi
Sarana militer Myanmar
TikTok milik perusahaan China, memiliki 800 juta pengguna di seluruh dunia. Penggunaannya menjadi semakin populer di Myanmar selama setahun terakhir, terutama di kalangan anak muda.
Wai Wai Nu, pendiri Women’s Peace Network, mengatakan aplikasi tersebut memberikan izin masuk gratis kepada militer.
“Pertanyaan kami sekarang adalah apakah kami akan membiarkan perusahaan media sosial ini [mengizinkan] militer dan penjahat untuk dapat memanipulasi agenda dan mengatur kegiatan untuk mengancam keselamatan dan keamanan publik?”
Htaike Htaike Aung mengatakan TikTok harus meningkatkan proses pelaporan konten yang melanggar pedomannya dan membentuk tim khusus Myanmar.
Dia juga merekomendasikan langkah lebih lanjut yang diambil untuk mencegah platform disalahgunakan, seperti menggunakan pemeriksa fakta pihak ketiga.
Dalam sebuah pernyataannya, TikTok mengatakan pihaknya berkomitmen untuk mempromosikan “lingkungan aplikasi yang aman dan ramah bagi komunitas kami.”
“Kami memiliki pedoman komunitas yang jelas yang menyatakan bahwa kami tidak mengizinkan konten yang menghasut kekerasan atau informasi yang salah yang menyebabkan kerugian bagi individu, komunitas kami, atau publik yang lebih luas.”
Perusahaan itu juga mengaku akan terus mengikuti prinsip-prinsip tersebut secara global, termasuk seputar masalah seperti hasil pemilu.
Baca juga: Ketegangan di Myanmar Semakin Tinggi, Hampir 40 Orang Tewas dalam Sehari
Tiktok mengaku telah dan terus menghapus semua konten yang memicu kekerasan atau menyebarkan informasi yang salah sehubungan dengan Myanmar. Pemantauan agresif juga diklaim sudah dilakukan untuk menghapus konten yang melanggar pedoman kami.
Facebook, yang telah lama dikritik karena gagal menghentikan penyebaran ujaran kebencian dan disinformasi di platformnya di Myanmar, baru-baru ini melarang akun resmi militer.
Junta telah memblokir jaringan sosial setelah kudeta karena berusaha mencegah orang-orang mengorganisir protes. Tetapi banyak yang menghindari pembatasan dengan mengunduh VPN. Alhasil tentara terus menggunakan situs tersebut untuk membagikan pengumumannya.
Sejak kudeta, militer telah menekan media independen dan meningkatkan upaya propagandanya.
Kantor berita negara hampir tidak mengakui protes yang mencengkeram negaranya. Media pemerintah digunakan untuk menuduh pengunjuk rasa melakukan kekerasan atau mengancam tindakan terhadap orang-orang yang berpartisipasi dalam pemogokan nasional.
Jurnalis telah diserang dan ditahan oleh pihak berwenang. Pada Rabu (3/3/2021) diumumkan ada enam pekerja media telah didakwa karena meliput kudeta.
Mereka dihukum berdasarkan undang-undang yang melarang “menyebabkan ketakutan, menyebarkan berita palsu atau membuat marah pegawai pemerintah secara langsung atau tidak langsung”.
Kelompok tersebut termasuk jurnalis untuk Associated Press, Myanmar Now, Myanmar Photo Agency, 7Day News, berita online Zee Kwet dan seorang pekerja lepas. Mereka bisa menghadapi hukuman tiga tahun penjara.
Baca juga: Setelah Digulingkan, Presiden Myanmar Hadapi 3 Dakwaan
 


Like it? Share with your friends!

153

What's Your Reaction?

Marah Marah
0
Marah
Suka Suka
0
Suka
Kaget Kaget
0
Kaget
Muntah Muntah
0
Muntah
Sedih Sedih
0
Sedih
Ketawa Ketawa
0
Ketawa
Cinta Cinta
0
Cinta
Ngakak Ngakak
0
Ngakak