Kasus Covid-19 Semakin Meningkat, Di Irak Upacara Pemakaman Beralih ke Facebook Halaman all

3 min


147
Kasus Covid-19 Semakin Meningkat, Di Irak Upacara Pemakaman Beralih ke Facebook Halaman all

TEHERAN, StikerWA.com – Banyak upacara pemakaman secara Islam beradaptasi guna mematuhi pembatasan pandemi Covid-19. Di Irak, beberapa komunitas Muslim menjalani upacara belasungkawa lewat media sosial.
Ketika infeksi Covid-19 meningkat ke level yang mengkhawatirkan di Irak, komunitas-komunitas Muslim lokal memindahkan bagian penting dari upacara pemakaman Islam tradisional mereka, ke media online.
Kematian di Irak biasanya menarik ratusan pelayat selama 3 hari dalam upacara duka cita penguburan.
Pertemuan besar di acara-acara ini, pada masa pandemi virus corona, dianggap berisiko serius dalam hal kesehatan.
Sehingga, warga Irak terpaksa membuat perubahan pada tata cara mereka berduka atas orang yang mereka kasihi, seperti yang dilansir dari DW Indonesia pada Selasa (17/11/2020).
Baca juga: Jerman Puji Kaum Rebahan sebagai Pahlawan Perangi Virus Corona
Berduka lewat online
Di Eropa, siaran langsung pemakaman melalui platform konferensi video Zoom atau situs media sosial Facebook sudah sejak awal pandemi menjadi pilihan bagi para pelayat.
Di Irak, kerabat dari mereka yang meninggal hanya memposting foto potret sederhana berbingkai hitam almarhum di Facebook, diiringi dengan doa.
Namun saat ini, di negara itu, terdaftar 3.000 infeksi baru setiap harinya dan virus corona telah merenggut lebih dari 11.000 nyawa hingga awal November.
Dengan kondisi tersebut, peningkatan penggunaan online di Irak menjadi semakin populer di kalangan pelayat Muslim.
Baca juga: Pasien Nol Virus Corona di China Diduga Sudah Ada sejak 17 November 2019

Sekitar setengah dari populasi, hingga 24 juta warga Irak memiliki akun Facebook, yang menjadikannya platform media sosial paling populer di negara itu dan pilihan sederhana dalam hal berkomunikasi.
Dalam beberapa bulan terakhir, upacara belasungkawa lewat online, menjadi semakin populer, ujar Kholoud Al-Amiry, editor situs berita Irak, Al Menassa, yang bermarkas di ibu kota, Baghdad, dan Sulaymaniyah.
Salah satu yang pertama dilihatnya adalah posting berita kematian via online yang dipasang oleh sebuah keluarga dokter, di mana anggota keluarganya meninggal dunia karena kanker. Mereka bermukim di Babilonia, selatan ibu kota.
Mereka memposting pesan permohonan maaf karena mereka tidak bisa mengadakan upacara belasungkawa, demikian Al-Amiry menceritakan.
Mereka mengatakan, jika ada yang ingin mengirimkan ucapan belasungkawa, diminta mengirim pesan di Facebook.
“Ketika jam malam pertama kali dimulai di Irak pada Maret, banyak orang tidak menganggapnya serius,” jelas Al-Amiry.
“Tapi kemudian, karena lebih banyak (orang) mulai terinfeksi, saya pikir orang mulai berubah pikiran (tentang mengadakan upacara belasungkawa),” tambahnya.
Baca juga: Diklaim Efektif di Atas 90 Persen, Ini Bedanya Vaksin Corona Pfizer dan Moderna
Mengadaptasi ritual pemakaman
Pemakaman Islam tradisional terdiri dari ritual memandikan dan mengkafankan almarhum, kemudian dilanjutkan dengan doa pemakaman dilanjutkan dengan penguburan.
Beberapa aspek ini juga harus diadaptasi selama pandemi virus corona.
Sebagaimana di sebagian besar negara mayoritas Muslim saat ini, di Irak hanya sekelompok pelayat yang datang dan jumlahnya jauh lebih kecil yang hadir. Mereka terpaksa berdiri jauh dari jenazah.
Setelahnya tibalah acara tradisional 3 hari pasca-penguburan, yang biasanya menghadirkan ratusan pelayat di ruang publik, tenda atau aula, untuk bertemu kerabat orang yang meninggal dunia dan menyampaikan belasungkawa. Upacara itu ditutup dengan makan bersama.
Rata-rata, untuk keluarga kelas menengah Irak, acara tersebut menghabiskan biaya antara Rp 70-100 juta.
Upacara belasungkawa adalah cara untuk menghormati orang yang meninggal, ujar para ahli dalam tradisi Islam di Irak, dan semakin banyak orang yang datang untuk menemani jenazah ke situs pemakaman, semakin dicintai dan dihormati orang tersebut.
Sekarang, menurutnya, popularitas itu terukur dengan berapa banyak komentar belasungkawa atas posting di bawah pemberitahuan tentang upacara belasungkawa di Facebook.
Sebagian besar menerima lebih dari 200 komentar per postingan, terkadang sebanyak seribu atau lebih.
Baca juga: 5 Anak Wakil Asia termasuk Indonesia, Suarakan Dampak Negatif Pandemi Covid-19
Beralih dari tradisi?
Di Irak, baik keluarga Muslim Sunni dan Syiah kini menggunakan Facebook untuk upacara belasungkawa, lapor Al-Amiry. Ada satu variasi menarik dari tradisinya.
Selama upacara bela sungkawa dalam kehidupan nyata, anggota komunitas laki-laki dan perempuan ditempatkan di tempat yang berbeda.
Di banyak acara belasungkawa via Facebook, sebagian besar yang menyampaikan belasungkawa adalah para pria, namun ada juga beberapa perempuan yang mengirimkan simpatinya.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di Irak, menurut Ahmed Al-Dawoody, seorang ahli yurisprudensi Islam di Komite Internasional Palang Merah, yang bermarkas di Jenewa.
“Ini terjadi di seluruh dunia Arab,” katanya kepada DW.
Al-Dawoody telah melihat contohnya di Mesir, Maroko, Tunisia, Libya dan Mauritania dan Uni Emirat Arab.
Seperti yang ditunjukkan Al-Dawoody, mengkomunikasikan berita semacam, kematian, kelahiran, pernikahan, dan sebagainya, melalui media sosial adalah hal biasa di dunia Arab, bahkan sebelum pandemi.
Memindahkan upacara belasungkawa secara online adalah langkah logis berikutnya.
Baca juga: 210 Hari Tanpa Kasus Infeksi Lokal Covid-19, Ini Strategi Taiwan
Mantan asisten profesor bidang studi Islam asal Mesir ini menjelaskan, dalam ajaran Islam, ada 2 macam tanggung jawab.
Tanggung jawab individual dan tanggung jawab komunal. Untuk yang terakhir, seluruh komunitas diharapkan menjalankan kewajiban tertentu, berdoa atau berduka bersama.
“Kematian adalah praktik komunitas (dalam Islam). Orang harus berbagi kesedihan,” lanjutnya.
Otoritas agama Islam tidak berkeberatan dengan bagian dari ritual pemakaman yang berlangsung di Facebook ini.
Menurut fatwa yang dikeluarkan oleh Dar al-Ifta Mesir, badan penasehat Islam berusia berabad-abad yang bermarkas di Kairo, tidak ada masalah dengan mendoakan jiwa almarhum Muslim secara “in absentia”.
Otoritas Islam lainnya setuju bahwa mengirim pesan jarak jauh dapat diterima dan otoritas muslim Syiah juga telah mengeluarkan pedoman pemakaman yang lebih longgar.
Baik Al-Dawoody dan Al-Amiry meyakini bahwa cara baru melakukan sesuatu secara online ini dapat berlanjut.
Untuk satu hal, kata Al-Amiry, cara itu menghemat banyak uang bagi keluarga Irak pada saat ini menghadapi krisis ekonomi.
“Cara ini mungkin berlaku lebih pada kaum berpendidikan yang merasa lebih nyaman berpindah dari dunia maya ke fisik dan demikian sebaliknya. Mereka yang lebih konservatif mungkin masih bersikeras mengadakan upacara tradisional ini,” tambah Al-Dawoody.


Like it? Share with your friends!

147

What's Your Reaction?

Marah Marah
0
Marah
Suka Suka
0
Suka
Kaget Kaget
0
Kaget
Muntah Muntah
0
Muntah
Sedih Sedih
0
Sedih
Ketawa Ketawa
0
Ketawa
Cinta Cinta
0
Cinta
Ngakak Ngakak
0
Ngakak