“Google akan mematuhi undang-undang yang berlaku,” ujar Head of Corporate Communications di Google Indonesia Jason Tedjasukmana kepada Bisnis, Minggu 9 Februari 2020.Jason melanjutkan seiring dengan upaya Google memperluas operasi, perusahaan memodifikasi tagihan dengan hanya menggunakan mata uang lokal untuk pelanggan produk iklan Google yang mendaftar dengan alamat penagihan di Indonesia.Selain itu, layanan iklan yang disediakan oleh perusahaan akan dijual dan ditagih oleh kantor lokal Google di Indonesia.
“Perubahan ini merupakan langkah menuju model bisnis baru yang mendukung pertumbuhan bisnis kami di Indonesia,” imbuhnya.Bisnis juga telah menghubungi dua platform OTT lainnya, yaitu Facebook Indonesia dan Twitter untuk dimintai tanggapan terkait dengan rencana penerapan pajak oleh pemerintah di dalam draf Omnibus Law, tetapi kedua perusahaan tidak berkomentar ataupun memberikan respons.Sementara itu, pemerintah saat ini dikatakan tengah memantau dinamika internasional terkait dengan penggagasan kriteria pengenaan pajak terhadap PPMSE.Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Rofyanto Kurniawan mengatakan hal yang tengah dipantau pemerintah adalah penggagasan significant economic presence (SEP) sebagai kriteria pengenaan pajak oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).”OECD menggagas unified approach untuk menjadi konsensus pajak penghasilan untuk ekonomi digital yang penerapannya juga menjadikan SEP sebagai kriteria. Diharapkan konsensus tercapai pada 2020, kami memantau perkembangannya,” ujar Rofyanto kepada Bisnis, akhir pekan lalu.Adapun, jauh sebelum RUU Omnibus Law diserahkan ke DPR RI, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) di era Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla, Rudiantara, pernah mengatakan platform digital akan dikenakan pajak sebagai kontribusi bagi Negara untuk mengembangkan ekosistem.